Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!
jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..
karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir ☺️☺️☺️☺️
Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900
caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas↑↑
tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya
Minggu, 11 Maret 2018
Ayah, Ibu, Jangan Jadikan Saya Korban Egismu
18.43
Inspirasi
Ayah, ibu, jangan jadikan saya korban egoismu - Kupandangi kehidupanku sepintas. Terasa agak lebih tepat dibandingkan dengan kehidupan adik sepupuku. Bukan dari segi bahan atau ekonomi. Tetapi referensi kehidupan dan cara orangtua mendidik anak-anaknya.
Artikel ini bukan sebuah cerita fiktif belaka. Kisah inspiratif yang dipetik dari kehidupan nyata. Panggil saja adik sepupuku, Aya (nama samaran). Sejak kecil Aya sering dimanjakan oleh orangtuanya. Padahal kehidupannya sangat sederhana namun ia bagaikan seorang putri raja yang setiap keinginannya akan terwujud.
Aya hanya tau uang, uang…dan uang, tanpa memikirkan berapa sulitnya mendapat uang itu oleh kedua orangtuanya. Akhlaknya adakala kurang terpuji akhir perlakuan orangtua yang selalu memanjakan.
Panas disangka hingga sore kiranya hujan di tengah hari. Kehidupan yang terasa indah disangka bakal berlanjut. Namun hingga suatu hari, sebuah pertengkaran jago terjadi antara kedua orang tuanya. Pertengkaran itu berujung pada perpisahan.
Hidup yang semula bagaikan seorang putri raja, sekarang berubah drastis. Mengharuskan Aya harus berusaha mandiri.
Tapi dasar pendidikan manja dari kedua orang tuanya, tidak merubah kepribadian Aya. Bahkan ia,tumbuh menjadi seorang gadis yang suka kelayapan.
Pernah ia diajari oleh ibuku, "Nak,berpandai-pandailah dalam hidup ini. Makara anak wanita itu harus bisa bekerja, paling tidak bekerja membersihkan rumah…”
Suatu nasehat cantik dari ibuku kepada keponakannya, Aya. Tapi penyampaian Aya kepada bapaknya (pamanku) bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh ibuku. Bahkan ibu dan pamanku perang cuek (tidak bertegur sapa) gara-gara nasehat dan cara penyampaian Aya kepada bapaknya.
Aya, saudara sepupuku, sekarang menjadi korban atas persoalan kedua orang tuanya. Menjadi anak pembangkang, gadis yang hendaknya bisa berfikir dewasa, sekarang hanya berfikir menyerupai anak kecil....
“Ayah, ibu, jangan jadikan saya korban atas persoalan kalian. Masalah perihal egois, mengantarkanku menjadi langsung yang pembangkang. Masalah perihal perilaku mendidikmu, mengantarkanku menjadi langsung yang manja. Ayah, ibu, jangan jadikan saya korban atas kesalahan kalian, kesalahan yang tidak peduli akan aku, mengantarkanku ke lembah hitam.
Ayah, ibu, sekarang duniaku terasa hampa, gelap gulita sesudah drama rumah tangga kita kandas. Lantas siapa yang bertanggungjawab atas kehidupanku, ayah, ibu ?” (Andini Meysi Ullanda)